Alamat Redaksi:

Ciwidey Pertengahan Kav. Kebun 9 No. 79,
Kelurahan Hajarsari, Kecamatan Bandung Utara
Kota Bandung
Jawa Barat

3 tingkatan orang berpuasa menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin

3 Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Al-Ghazali

Bagi umat Islam, puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Tujuan utama seorang Muslim melakukan puasa  Ramadhan adalah untuk mencapai derajat taqwa. Secara sederhana, definisi taqwa disini adalah takut untuk berbuat hal-hal yang telah dilarang oleh Allah SWT dan penuh semangat ketika menjalankan kewajiban dan perintah-perintah-Nya.

Puasa menurut Imam Al-Ghazali di dalam kitab karyanya yang termasyhur “Ihya Ulumuddin” membagi tiga tingkatan orang berpuasa:

Tingkatan Pertama: puasa orang awwam

Dalam bahasa Arab disebut dengan shaumul umum atau puasanya orang awam atau umum, yaitu orang-orang yang berpuasa sebatas menahan lapar dan haus, tidak makan dan minum, hanya mencegah perut dan farjinya dari memenuhi syahwat, minimal bisa memenuhi syarat tidak membatalkan puasa.

Tingkatan Kedua: puasa khusus

Puasa di tingkatan kedua ini disebut dengan shaumul khushus atau puasanya orang khusus. Termasuk dalam kategori ini adalah puasa orang-orang sholeh. Pada tingkatan puasa ini, seseorang yang menjalankan puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga semata, namun mampu menahan nafsu seluruh anggota badannya. Untuk mampu mencegah panca indranya dari melakukan perbuatan dosa, ada lima perkara yang harus dijaga agar dapat tercapai tingkatan kedua ini. 

1. Menjaga pandangan dengan menundukkan mata dari tiap-tiap yang tercela menurut syara’. Di jaman serba online sekarang ini, menjaga pandangan terbukti lebih sulit dari jaman-jaman sebelumnya, dimana tayangan gambar, foto dan video begitu mudah diakses di layar hape kita.

2. Memelihara lidah dari menggunjing, berdusta, mengadu domba, dan bersumpah palsu. Dari sahabat Anas telah meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda: “Ada lima perkara yang menghancurkan puasa yakni: berdusta, menggunjing, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang (lawan jenis) dengan syahwat”. 

Di era sekarang, tidak perlu lagi lidah melakukan gunjingan, berdusta, mengadu domba, dan bersumpah palsu. Tangan dan jari-jemari sudah mampu menggantikan lidah dalam hal-hal tersebut. Lewat ketikan jari kita di media sosial, kita mudah saja membully orang, merendahkan orang dan membuat orang merasa dilecehkan bahkan difitnah. 

3. Menjaga pendengaran dengan mencegah telinga dari mendengar apa saja hal-hal yang makruh.

4. Mencegah seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang makruh, dan mencegah perut dari makanan-makanan yang subhat diwaktu berbuka, karena tidak ada artinya kalau berbuka dengan makanan haram perumpamaannya, seperti orang membangun gedung dengan menghancurkan sebuah kota.

Nabi SAW bersabda, “berapa banyak orang berpuasa, tidak memperoleh dari puasanya selain lapar dan haus.”

5. Jangan memakan makanan halal terlalu banyak diwaktu berbuka sampai memenuhi perutnya. Oleh sebab itu, sabda Nabi SAW: “Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci oleh Allah dari pada perut yang dipenuhi dengan makanan halal.”

Tingkatan Ketiga: puasa khusus diatas khusus atau istimewa

Puasa tingkat ketiga ini disebut dengan puasa shaumul khushusil khushus. Puasa orang yang teristimewa adalah puasanya hati dari keinginan-keinginan rendah dan pikiran pikiran duniawi, dan mencegahnya sama sekali dari selain Allah SWT. Apabila orang yang berpuasa masih memikirkan sesuatu selain Allah SWT, maka berarti ia telah berbuka dari puasanya. 

Seorang Muslim sedang membaca Al-Qur'an surat Al-Baqarah

Dan puasa dengan kualitas seperti inilah berada dalam tingkatan para Nabi dan Shiddiqin. Karena pelaksanaan dari tingkatan ini adalah dengan menghadapkan diri secara total kepada Allah Ta’ala dan berpaling dari selain-Nya.

Mencapai Tingkatan Mana Puasa Kita?

Ketiga kategori ini ibarat merupakan sebuah tangga bertingkat, dimana kita dalam menjalankan ibadah puasa, seharusnya terus meningkatkan kualitas ibadah-ibadah kita selama bulan suci Ramadhan, agar ada peningkatan kualitas ibadah dari tahun ke tahun.

Dari Kitab Ihya karya Imam Ghazali, kita belajar dan memahami adanya 3 tingkatan orang berpuasa. Bahwa ibadah puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus untuk menggugurkan kewajiban puasa, tetapi harus ditingkatkan lagi menjadi ibadah yang benar-benar membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT dan mampu meraih derajat taqwa.